Rabu, 19 Desember 2012

Born New Day






Author’s Side

Tak seperti biasanya, kediaman Kai dan Minah kini benar-benar hancur. Pakaian kotor berserakan dimana-mana. Dapur penuh dengan perkakas yang entah sejak kapan keluar dari tempatnya.

“Ya! Minah! Jangan lari-lari seperti itu! Cepat duduk!”

“Shireoyo… shireoyo… bleeh…”

“Kau membawa anakku tahu!”

“Aku tak mau duduk sebelum kau menari balet untukku, arachi?” Minah kembali berlari meninggalkan Kai sambil membuang muka.

“Aish yeoja ini. Jinjjayoo! Perut buncit seperti itu, masih bisa-bisanya dia berlari sekencang itu. Mau jadi apa anakku nanti kalau ibunya saja seperti ini? Haduuuh…” Kai sangat frustasi dengan tingkah istrinya hari ini.

“Aww… aww… aww… appo.”

“Tuh kan… apa kubilang! Aduuh… anakku, kau tidak apa-apa kan?” Kai langsung mendudukan Minah dan mengelus pelan perutnya karena di situlah tempat si jabang bayi berada.

“Aah… kau sudah tak menyayangiku lagi!”

“Ya ampun… apa maksudmu sih?”

“Kamu Cuma perhatian pada anak kita saja, sedangkan aku yang kesakitan tak sedikitpun kau pedulikan.”

“Ya Tuhan… aku juga sangat mencintaimu Minah. Mana mungkin aku mencintai anak ini kalau aku tak mencintai ibunya. Kau mau aku apakan sih?” Ujar Kai bingung sambil mengacak rambutnya dengan frustasi.

Bukannya prihatin dengan Kai yang pusing dengan tingkahnya, Minah malah sibuk dengan perasaannya sendiri dan terus saja mengacau di rumahnya.

“Arasseo! Arasseo! Aku akan menari untukmu. Cepat duduklah!”

“Jeongmalyo?”

“Ne…”

Minah akhirnya duduk dengan tenang di atas sofa putih yang empuk di ruang dance rumah mereka. Setelah musik klasik mengalun merdu, Kai pun langsung meliuk-liukan badannya yang atletis itu dengan gemulai. Jangan salah, meskipun gemulai, setiap gerakkan yang ia tunjukkan terlihat sangat mantap.

Tenaga kai  tersalurkan dengan sangat baik di setiap  tumpuan kakinya, jentikan tangannya, putaran badannya, bahkan senyuman miring yang ia tunjukkan sambil menatap dalam, bahkan teramat dalam ke arah istrinya, membuat pesona namja yang sedang bertelanjang dada itu semakin menjadi-jadi.

“Aku sudah menari. Otte? Apa kau senang chagiya?” Tanya Kai sambil tersenyum simpul ke arah istrinya.

“Kurang!” jawabnya ketus.

“Mworagoo?  Kau mau aku melakukan apa lagi Minah?” tanya Kai sambil memasang wajah cemberut.

“Dance lagu ini ya!” Minah langsung memutar lagu “History” milik boyband EXO di Handphone Android terbarunya.  Naluri dance yang dimiliki Kai memang sudah mendarah daging. Begitu musik mengalun, badannya bisa langsung bergerak sendiri. Belum juga Kai menyelesaikan dance-nya untuk lagu pertama, Minah malah menggantinya dengan lagu yang lain.

“Ganti yang ini!” Kini giliran lagu MAMA yang diputarnya. Gerakan tubuh Kai yang mulai berkeringat itu benar-benar gesit dan bertenaga. Saat Kai mengucapkan “MA-MA” sambil berlutut di hadapan Minah dengan ekspresi wajah yang benar-benar menggoda, tiba-tiba Minah mengeluarkan suaranya lagi. Kini, Minah berhasil membuat Kai mematung di tempatnya.

“Aku ingin menari denganmu Kai,” lirih Minah.

“ Mwoya?” Kai segera bangkit dan duduk di samping istrinya.

“Usia kandunganmu sudah hampir  9 bulan Minah… aku tak mau kau banyak bergerak. Itu berbahaya untuk anak kita.”

“Kau benar – benar sudah tak sayang padaku! Aku mau pulang ke rumah orang tuaku saja!” Protes Minah.

“Chankanman! Kita bisa menari waltz pelan-pelan kalau kau mau. Ayolah Minah… jangan marah padaku lagi ya… bbuing… bbuing…” Rayu Kai dengan segenap kemampuan aegyo yang ia miliki.

“Emmh!” Minah mengulurkan tangan kanannya, pertanda setuju dengan ajakan Kai. Akhirnya sang suami pun meraih tangan istrinya itu dengan lembut sambil menautkan setiap jarinya pada jari milik sang istri. Kemudian, Kai pun membimbing Minah untuk melangkahkan kakinya perlahan. Dansa yang mereka lakukan ini sama sekali tak membutuhkan alunan lagu atau musik apapun, semuanya sudah terasa indah bagi keduanya.

Beberapa menit kemudian, Minah tiba-tiba berhenti melangkah dan menunjukkan ekspresi aneh pada suaminya.

“Kai….” Lirih Minah dengan raut wajah yang seperti akan menangis.

“Waeyo? Waeyo Minah?” Tanya Kai panik.

“Itu….” Minah menunjuk ke arah lantai. Kai pun menunduk, dan ternyata lantai itu kini sudah tergenangi cairan bening bercampur dengan beberapa tetes darah. Kai pun sangat terkejut dibuatnya.

“Ini cairan apa Minah? Apa ini yang namanya air ketuban? Apa kau mau melahirkan? Apa yang harus aku lakukan?” Kai terus mengoceh mengeluarkan berbagai pertanyaan. Otaknya mendadak tak secerdas seperti biasanya. Rasa panik yang dialami Kai kali ini membuatnya benar-benar kalut.

“Kai, darahnya semakin banyak. Aku takut.” Tutur Minah dengan sedikit terisak.

“Harusnya tadi kau jangan banyak bergerak Minah.“ Kai memeluk Minah, mencoba sedikit menenangkannya.
“Sebenarnya, dari tadi perutku sangat sakit Kai… aku banyak mengomel dan berlarian kesana kemari, untuk mengurangi rasa sakitnya.”

“Paboya! Harusnya kau memberitahuku Minah! Aku akan memanggil dokter kesini. Tenang Minah, tenang. Semuanya pasti akan baik – baik saja. Percaya padaku.” Kai mencoba mengendalikan perasaannya agar bisa bertindak dengan benar untuk menyelamatkan Minah.

Kai langsung mencari nama orang – orang yang mungkin dia kenal di ponsel miliknya. Tanpa banyak pertimbangan, Kai langsung menelpon nomor orang yang berada di urutan paling atas di daftar kontaknya.

“Halo! Siapa ini?”

“Ya! ini Baekhyun! Kau yang menelpon tapi malah bertanya balik!”

“Ah mian… mian… istriku mau melahirkan, tolong beri tahu keluargaku! “

~bip~

“Ya! Kai!” Baekhyun mendengus kesal dan dengan berat hati menjalankan amanat dari sahabatnya itu.

Kai berlari secepat kilat menuju rumah dokter yang terletak beberapa meter dari rumahnya. Lebih tepatnya, dokter tersebut adalah salah satu tetangga Kai. Di tengah perjalanan, langkah Kai sempat terhenti karena pertanyaan dari anak-anak yang biasa berkunjung ke rumahnya. Ibu anak-anak itu pun ikut menghadang Kai dan bertanya dengan antusias. Untung saja, hal itu dapat dia atasi dengan menyuruh mereka untuk segera pergi menjaga Minah di rumah, selagi ia memanggil dokter.

???

Kai’s Side

“Nyonya, ayo sedikit lagi.” Ujar dokter pada Minah, karena anakku memang sudah hampir keluar. Kepalanya sudah terlihat.

“Sakit, dokter. Aku sudah tak kuat!” Lirih Minah sambil terus mencoba mengeluarkan anak kami.

“Nyonya, anda pasti bisa. Semangat nyonya!” Ibu-ibu yang membantu persalinan Minah silih bergantian memberikan dukungan dan semangat. Aku pun harus melakukannya.

“Minah Fighting! Jangan menyerah!” Ku genggam tangan Minah dengan erat. Ingin rasanya aku memberikan tenagaku kepadanya. Tapi itu tidak mungkin.  Karena semakin khawatir melihat keadaan Minah yang sudah sangat pucat, aku berusaha keras memutar otakku, dan akhirnya ide itu pun muncul.

“Minah, teriakan nama asliku. Ppalli!” Titahku pada Minah sambil tetap menggenggam tangannya seerat mungkin.

“KIM JONGIN!”

“Oaaak… oaak….”

“Fyuuh… syukurlah…”

“Semuanya berakhir dengan baik.”

“Selamat tuan, bayi laki-laki anda lahir dengan sempurna.”

“Terima kasih dokter. Ibu-ibu semuanya, terima kasih banyak.”

“Ne, ini sudah menjadi kewajiban kami sebagai tetangga untuk membantu.” Jawab dokter Chaerin yang diamini oleh semua ibu-ibu yang ada di ruangan ini.

“Minah eonnie! Minah noona! Cukhaeyo… Adik bayinya sudah lahir! Kyeopta! Kyeopta!” Anak-anak yang sedari tadi menunggu di luar kamar langsung menerobos masuk ke dalam, segera setelah mendengar tangisan bayiku. Mereka sangat brutal. Tapi, tak apa. Mereka sudah menjaga Minah dan anakku, bahkan saat Minah masih mengandung. Aku berhutang pada mereka.

Semua orang yang terlibat dalam persalinan Minah terlihat sangat lega dan bahagia. Apalagi aku dan Minah, kami sangat bersyukur dengan kelahiran anak pertama kami ini. Sekarang aku baru menyadari, kalau persalinan itu ternyata adalah kejadian paling spektakuler di jagad raya. Jantungku rasanya hampir copot menyaksikan perjuangan Minah mempertaruhkan nyawa. Kamar kami ini pun sudah menjadi saksi bisu perjuangan istriku. Aku benar-benar terharu. Aku rasanya ingin menangis karena bahagia.

???

Pasca kejadian dahsyat itu, kini Minah terlihat sangat bahagia dengan bayi yang ada dipangkuannya. Dia adalah bayi yang selama ini kami nantikan. Terima kasih Tuhan. Terima kasih telah menyelamatkan istri dan anakku. Anugerahmu sangat besar bagi keluarga kami.

“Kai…” Panggil Minah dengan suaranya yang sedikit parau. Mungkin dia sangat lelah.

“Wae?” Aku berjalan mendekat ke arah Minah, kemudian berdiri di samping ranjangnya. Kini tinggal kami bertiga yang berada di ruangan ini. Suasana sudah menjadi lebih tenang sekarang.

“Gomawoo… kau sudah menjadi suami dan ayah yang sangat luar biasa.”

“Ne… tapi itu semua tidak gratis.” Jawabku santai.

“Mwo? Maksudmu?” Minah terlihat sangat bingung. Aku jadi semakin ingin menggodanya.

“Setelah ini, kau harus bersiap lagi menerima seranganku, hahahaha.” Entah apa yang kupikirkan, tapi aku malah tertawa renyah dan terus menggoda Minah. Aku hanya ingin melepas semua ketegangan yang masih kurasakan pasca persalinan itu.

“Shireo! Aku mau istirahat dulu dari kegiatan hamil dan melahirkan. Nanti jarak anak kita terlalu dekat.”

“Tidak sampai jadi anak kan bisa.” Kalau boleh jujur, aku merasa sedikit kecewa dengan jawaban Minah. Aku kan lelaki. Masa untuk itu saja harus ditunda?

Author’s Side

“Yaa! Neo, jinjja!” Minah kembali bisa berteriak akibat perkataan suaminya yang tergolong menyebalkan, menurutnya.

“Mian… mian… aku kan cuma bercanda Minah,” Kai kini merasa terpojok dan menyadari kalau candaannya itu memang tak berkualitas.

“Eits! Kenapa jadi cemberut begitu? Kemarilah!” Panggil Minah pada suaminya. Minah sedikit iba dengan ekspresi wajah Kai yang tiba-tiba menjadi muram.

“Mwo?” Kai mendekat pada Minah sambil sedikit mencondongkan tubuhnya.

Tangan kanan Minah yang bebas, yang tak ia gunakan untuk menggendong anaknya, menyentuh pipi kanan Kai dan mengusapnya perlahan.

“Gomawoo nae nampyeon-aah. Kau sudah menjagaku dan anak kita dengan baik. Saranghaeyo….” Minah tiba-tiba mendaratkan ciuman di bibir Kai dan tentunya Kai pun menyambut sentuhan itu dengan senang hati.

“Ehem! Ciumannya selesai kapan ya? Anaknya menangis ko tidak digubris?” Jonghyun appa bersama istri dan kedua besannya datang berkunjung. Sindirannya itu, langsung membuat Kai dan Minah melepaskan ciuman mereka.

“Appa… kenapa tidak bilang dulu mau datang kesini?” Sewot Kai yang merasa kesal karena momennya terganggu.

“Kalian tidak memberitahu kami, tega sekali! Untung saja temanmu datang ke rumah.”

“Yaa! Kim Jongin! Kau berhutang banyak padaku!” Baekhyun tiba-tiba muncul  dengan wajah lusuh dan penuh keringat. Dia sudah berjuang keras untuk memberitahu orang tua Kai yang bahkan tak pernah ia ketahui nomor telpon ataupun alamatnya. Kai memang cukup keterlaluan. Tapi,  mau bagaimana lagi. Situasi menegangkan yang tadi dialaminya memang tak memberinya kesempatan untuk memikirkan  hal-hal seperti itu.

“Hehe, mian. Jeongmal gomawoo, chinguya!” Kai hanya bisa tertawa garing melihat keadaan kawannya yang mengenaskan.

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar